nusarayaonline.id – Menyusul wacana kenaikan harga BBM bersubsidi, sejumah pihak memberikan opini hingga kritisi terhadap pemerintah yang dianggap tidak berpihak pada masyarakat. Salah satu kritisi muncul dari aktivis Papua, Natalius Pigai yang menanggapi pernyataan Menteri Keuangan Sri Mulyani sebut mayoritas subisidi BBM dinikmati orang kaya. Natalius juga menyinggung agar Presiden Joko Widodo segera menyerah.
Sebelumnya, Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani telah menjabarkan bahwa Pertalite dikonsumsi oleh 30% orang terkaya, sementara solar subsidi digunakan 40% orang terkaya. Total anggaran subsidi untuk pertalite 86% diantaranya dikonsumsi oleh 30% orang terkaya. Sedangkan untuk Solar subsidi, Sri Mulyani mengatakan orang kaya dan dunia usaha menikmati Rp127 triliun dari total anggaran Rp143 triliun. Secara persentase, orang kaya menikmati 89% dari total subsidi Solar.
Lebih lanjut, Menkeu menyebut penjualan BBM subsidi yang salah sasaran adalah konsekuensi yang harus ditanggung dari mekanisme penyaluran subsidi terhadap barang. Menurutnya dengan mekanisme tersebut, BBM bersubsidi dapat dibeli siapapun tanpa ada larangan.
Menanggapi hal tersebut, aktivis HAM Papua tersebut menyatakan bahwa pernyatan soal subsidi BBM tersebut hanyalah alibi. Ia tidak sependapat bahwa sebagian besar BBM dinikmati orang kaya. Secara tegas ia menyebut dapat membaca perintah akan menghapus subsidi BBM Rp500 triliun dan lalu menutupi dampaknya.
Kajian dalam Kenaikan BBM
Dalam pelaksanaannya, kebijakan subsidi adalah sebuah bentuk bantuan yang diberikan oleh pemerintah atau negara bagi masyarakat yang kurang mampu. Hal tersebut sudah sangat sesuai dengan asas keadilan, lantaran jangan sampai justru adanya kebijakan subsidi malah dinikmati oleh orang-orang kaya sehingga tidak terjadi pemerataan. Hingga saat ini pemerintah masih menimbang pro dan kontra atas kebijakan kenaikan harga BBM tersebut. Pasalnya, selama ini subsidi BBM belum on the track, sehingga anggaran subsidi dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2022 perlahan menggelembung.
Presiden Jokowi telah memerintahkan para menteri untuk memberikan bantalan sosial untuk menjaga daya beli masyarakat yang kurang mampu jika pemerintah menempuh kebijakan menaikkan harga BBM. Pemerintah sepertinya tidak akan terus mempertahankan dan meningkatkan subsidi. Misalnya, pemerintah mengalokasikan anggaran subsidi BBM dan kompensasi sebesar Rp 502 triliun kepada PT PN dan PT Pertamina tahun ini. Selain itu, pemerintah mengalokasikan anggaran subsidi energi sebesar Rp 210,7 triliun dalam RAPBN 2023. Alokasi anggaran subsidi energi yang rendah berarti negara dapat mengalokasikan lebih sedikit jumlah subsidi atau menaikkan harganya.
Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Arifin Tasrif menegaskan pihaknya berupaya memenuhi kebutuhan masyarakat akan BBM bersubsidi. Ia mengatakan, pemerintah tidak ingin BBM bersubsidi dinikmati oleh orang kaya. Sehingga pemerintah kini berusaha membatasi pembelian BBM bersubsidi, terutama Pertalite. Saat ini pihaknya sedang membahas kemungkinan pembatasan pembelian BBM tambahan sesuai jenis kendaraan. Adanya rencana pemerintah untuk melakukan pembatasan pembelian Pertalite dan Solar subsidi hanya tinggal menunggu waktu saja. Saat ini pihaknya memang masih melakukan kajian untuk menyalurkan BBM subsidi tepat sasaran. Hal tersebut karena memerlukan pemakaian dan pendataan data yang akurat dan paling solid. Diharapkan revisi Perpres 191/2014 bisa selesai secepatnya supaya bisa mencegah kebocoran dan bisa menjamin BBM subsidi bisa diterima oleh yang berhak mendapatkan subsidinya saja.
Pada kesempatan lain, Presiden RI, Joko Widodo telah membuka suara mengenai kenaikan BBM. Terdapat tiga skema untuk menangani hal tersebut. Pertama, masih dibahas oleh Pemerintah apakah pembatasan tersebut dilakukan berdasarkan besaran kriteria cubicle centimeter (cc). Kedua, apakah dilakukan pembatasan mengenai siapa yang berhak membeli Pertalite seperti hanya mobil umum dan roda dua atau motor saja. Selanjutnya, skema ketiga adalah khusus untuk warga kurang mampu berdasarkan data akan diberikan subsidi melalui PKH atau Bantuan Langsung Tunai (BLT) hingga Bantuan Sosial (Bansos) sembako.
Lebih lanjut masih terdapat beberapa alternatif skema lainnya yang juga penting untuk dipertimbangkan. Meski begitu, dengan tegas Pemerintah akan melakukan pembatasan agar pemakaian BBM bersubsidi lebih tepat sasaran. Presiden Jokowi menjelaskan bahwa subsidi harus bisa benar-benar tepat sasaran dan tidak seperti pemberlakuan Pertalite seperti sekarang ini lantaran nyatanya di lapangan masih banyak ditemui mobil mewah justru mengisi BBM dengan menggunakan Pertalite, padahal tidak seharusnya seperti itu.
Sejauh ini Pemerintah sendiri masih terus menghitung kira-kira akan membangun sistem subsidi BBM seperti apa supaya bisa benar-benar tepat sasaran dan jangan malah dinikmati oleh para orang kaya. Dalam upaya mendukung kebijakan subsidi dan pembatasan penggunaan Pertalite dan Solar, saat ini PT Pertamina (Persero) sendiri mewajibkan kepada kendaraan roda empat atau mobil untuk melakukan pendaftaran kendaraan di aplikasi MyPertamina. Pasalnya dengan melakukan pendaftaran tersebut, maka akan diklasifikasikan kendaraan yang berhak menggunakan Pertalite dan Solar bersubsidi berdasarkan aturan yang berlaku yakni melalui revisi Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 191/2014 tentang Penyediaan, Pendistribusian dan Harga Jual Eceran Bahan Bakar Minyak (BBM).
Ekonom sekaligus Ketua Reformasi Tata Kelola Minyak dan Gas (Migas) periode 2014-2015 Faisal Basri mengusulkan agar pemerintah bersedia bebaskan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) untuk energi, sehingga harga Bahan Bakar Minyak (BBM) bersubsidi bisa dinaikkan. Beberapa negara telah bebaskan PPN energi, antara lain Portugal memangkas PPN BBM sebesar 13% sejak awal 2022. Kemudian, Spanyol ikut memotong tarif PPN untuk penggunaan BBM kebutuhan rumah tangga dari 21% menjadi 10 persen sampai 30 April 2022.
Jejak Natalius Pigai Sebagai Oposisi Pemerintahan Jokowi
Sedikit flashback, dalam beberapa tahun terakhir jejak Natalius Pigai kerap mengkritik pemerintahan Presiden Jokowi. Ia mempersoalkan ketidakmampuan Jokowi dalam menyelesaikan permasalahan masyarakat Papua. Natalius juga tak jarang melontarkan kritik pedas terhadap elit pemerintahan lainnya yang dianggap lalai dalam mengemban tugas negara. Namun, kritikan-kritikan tersebut tak jarang menimbulkan pro dan kontra di kalangan masyarakat. Banyak yang menilai kritikannya sering keluar dari konteks permasalahan.
Natalius pernah melontarkan pendapat bahwa kunjungan Presiden Jokowi ke Papua tidak ada manfaatnya bagi masyarakat di sana. Selain itu, Natalius juga pernah mengomentari kebijakan penenggelaman kapal oleh Susi Pudjiastuti. Terlepas dari kontroversi-kontroversi tersebut, hal penting yang perlu diperhatikan adalah motif dibalik setiap kritikan Natalius. Sebagai seorang aktivis kemanusiaan, tentu motif yang diharapkan juga berasal dari kerisauan dirinya atas ketidakadilan yang dialami masyarakat. Bukan sebuah kepentingan yang mengatasnamakan keresahan masyarakat.
BBM Bersubsidi Hanya untuk Orang Tak Mampu
Pada akhirnya, adanya kebijakan BBM Bersubsidi merupakan komiditi yang diberikan subsidi oleh pemerintah menggunakan dana APBN, memiliki jumlah yang terbatas sesuai dengan kuota, harganya ditetapkan pemerintah dan diperuntukan untuk konsumen pengguna tertentu. Jenis BBM yang termasuk BBM bersubsidi adalah Biosolar dan Pertalite.
Dengan mengedepankan asas keadilan, maka memang sudah sepatutnya pemberian subsidi hanya diperuntukkan bagi masyarakat yang membutuhkan saja dan jangan sampai justru malah digunakan oleh orang-orang kaya yang sebenarnya mereka sangat mudah untuk membeli BBM non-subsidi sehingga dengan adanya peraturan tersebut juga mampu meringankan beban negara.
Munculnya pernyataan provokatif seperti yang disampaikan Natalius Pigai hendaknya menjadi pembelajaran bahwa masyarakat agar mampu memilah setiap informasi yang diterima. Pengkajian ulang terhadap pemberian subsidi memiliki makna dan tujuan yang bermanfaat bagi peningkatan kesejahteraan masyarakat.
__
Agus Kosek
(Pemerhati Masalah Papua)