nusarayaonline.id – Upaya mencari dukungan terkait misi pelepasan dari Indonesia menjadi Papua merdeka terus dilakukan oleh para pendukung kelompok separatis melalui sejumlah manuver. Kali ini mamanfaatkan momentum hari natal yang diikuti oleh sebagian besar masyarakat di Papua penganut kristiani. Narasi persuasif sekaligus provokatif yang diunggah pada akun media sosial Facebook tersebut menyinggung perihal perang untuk pembebasan melawan genosida yang disebut telah dilakukan Indonesia. Terdapat penyebutan Asosiasi Australia dan Asosiasi Global Free West Papua yang disebut mengundang publik untuk bergabung dalam perang melawan genosida dan menjadi aktivis genosida independent dan Echoside Free West Papua. Papua Barat disebut sebagai puncak gunung es. Kepulauan Maluku dikenal sebagai kepulauan Rempah, dimana terdapat rempah-rempah yang diperdagangkan Melanesia. Para aktivis separatis beralasan memerangi Indonesia karena disebut telah merebut Kepulauan Melanesia melalui perdagangan pulau, tanah, emas, tembaga, minyak sawit, dan lainnya.
Pesan Natal berbalut politik juga disampaikan oleh Benny Wenda. Dalam tulisannya, ia menjelaskan bahwa perjuangan kemerdekaan West Papua adalah untuk kemanusiaan, martabat, dan hak-hak dasar. Dengan mendukung pergerakan tersebut, telah turut membuat sejarah dalam perang melawan kolonialisme modern. Tahun 2022, disebut sebagai tahun yang sulit bagi West Papua. Dirinya merasa kehilangan pejuang dan pemimpin hebat seperti Filep Karma, Jonah Wenda, dan Jacob Prai. Enam puluh satu tahun sejak Act of No Choice (Pepera 1969), masyarakat Papua disebut terus menderita di bawah pendudukan kolonial Indonesia. Indonesia diklaim terus membunuh orang West Papua dengan impunitas, seperti yang ditunjukkan terkait pembebasan baru-baru ini dari satu-satunya tersangka yang diadili atas pembantaian ‘Paniai Berdarah’ tahun 2014 lalu.
Setiap sudut negara saat ini disebut sedang terluka oleh militerisasi Indonesia. Bulan ini, hampir seratus orang West Papua di Pulau Yapen disebut telah mengungsi dari desa mereka akibat gelombang operasi militer yang tiba-tiba. Bersama puluhan ribu warga West Papua yang mengungsi sejak 2019, mereka akan terpaksa menghabiskan Natal di hutan, sebagai pengungsi di tanah mereka sendiri. Pada akhirnya disebutkan bahwa pihak ULMWP terus menuntut agar Indonesia menarik militer mereka dari West Papua untuk memungkinkan warga sipil kembali ke rumah mereka dengan damai.
Modus Klise Kelompok Separatis Gunakan Momentum Natal untuk Mengais Dukungan Publik
Hampir menjadi sesuatu yang klise bahwa setiap terdapat perayaan hari besar atau hari peringatan tertentu selalu dimanfaatkan kelompok separatis Papua untuk menunjukkan eksistensinya melakukan sejumlah aksi tuntutan dimana salah satu poin wajib yang tersemat adalah misi pelepasan diri dari Indonesia. Termasuk dalam hal ini adalah momentum perayaan Natal yang coba digiring selain sebagai pesan perdamaian juga sebagai ajakan untuk melawan negara Indonesia yang disebuat sebagai bangsa kolonial dengan tuduhan genosida sehingga harus terdapat perlawanan menuju misi Papua merdeka.
Bukan sebuah hal baru, publik Papua selalu dihasut dan diprovokasi untuk membangkitkan kembali ingatan palsu tentang dukungan tuntutan kemerdekaan west Papua sebagai peristiwa yang legal dan perlu diperhatikan. Padahal, fakta dari dokumen sejarah hanya menyebutkan bahwa pada 18 November 1961, setelah dilaksanakannya rapat luar biasa Dewan Papua atau sebelumnya dalam bahasa Belanda bernama Nieuw Guinea Raad, sekedar memutuskan aturan tentang bendera daerah dan lagu kebangsaan saja. Termasuk dalam politik, tak ada bukti sejarah adanya proses politik yang melibatkan masyarakat bahwa Papua harus melepakan diri dari Indonesia. Klaim Benny Wenda melalui ULMWP jelas hanya sepihak tanpa legitimasi politik. Menentang kedaulatan Indonesia di Papua tidak hanya merupakan sebuah perbuatan melawan hukum nasional, namun juga penentangan terhadap hukum internasional dalam bentuk resolusi.
Upaya Pemerintah Jaga Ibadah Natal di Papua dengan Penguatan Pengawasan
Tak hanya mewaspadai adanya narasi provokatif jelang perayaan Natal khususnya di Papua, Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo menyatakan bahwa terdapat penguatan pengawasan di sejumlah titik di Papua. Seluruh pihak disebut ikut bergerak menjaga wilayah Papua agar tetap kondusif dari ancaman teroris. Kapolri juga telah memeirintahkan Detasemen Khusus (Densus 88) Antiteror Polri untuk melakukan pengawasan terhadap jaringan teroris di seluruh wilayah Indonesia, khususnya pada pelaksanaan Ibadah Natal 2022 dan perayaan Natal tahun 2023.
Sementara itu, Panglima TNI Laksamana Yudo Margono menyoroti perihal permasalahan separatis di Papua disebut belum akan mengerahkan personel tambahan ke Papua meski mengakui bahwa aktivitas serangan kelompok separatis Papua meningkat dalam beberapa waktu terakhir. Sesuai hasil evaluasi, secara ekskalasi terjadi peningkatan serangan sehingga operasi territorial bakal difokuskan di empat wilayah rawan di Papua.
Rencana Kajian Papua pada Tahun 2023
Berkaitan dengan upaya pemerintah memajukan Papua, sejumlah program terus digencarkan melalui sejumlah pihak yang dipercaya terlibat dan membidangi. Salah satunya, Gubernur Lembaga Ketahanan Nasional (Lemhannas) Andi Widjajanto menjelaskan bahwa pihaknya akan mulai melakukan kajian tentang Papua pada tahun 2023 yang di dalamnya mencakup kajian tentang daerah otonomi baru (DOB). Dirinya menyebut lembaganya akan mengkaji kesiapan DOB di Papua, yakni Papua Barat Daya, Papua Pegunungan, Papua Tengah, dan Papua Selatan untuk mengikuti Pemilu 2024 dan Pilkada Serentak 2024.
Selain soal DOB di Papua, Lemhannas akan melakukan kajian khusus terkait eskalasi kekerasan di Papua. Dijelaskan bahwa pihaknya akan mulai mengkaji dari symptom atau gejala kekerasan terlebih dahulu. Baru kemudian bergerak untuk mencari akar strukturalnya di Papua, apakah akar strukturalnya ditemukan di faktor sejarah, faktor identitas atau misalnya faktor distribusi kesejahteraan. Pihaknya menyadari bahwa Papua merupakan masalah kompleks dan tidak bisa disederhanakan sehingga dalam kajian Lemhannas tentang Papua, akan dilakukan kajian secara lintas level. Diharapkan kajian-kajian kami pada 2023 tentang Papua bisa membantu pemerintah menemukan solusi yang lebih komprehensif tentang ekonomi dan politik di Papua.
Maka pada akhirnya, adanya ajakan untuk melawan negara melalui isu genosida dan tuntutan kemerdekaan adalah bentuk lain dari upaya provokatif kelompok separatis Papua memanfaatkan kesakralan ibadah Natal yang harusnya diperingati secara damai. Terlebih ucapan dari Benny Wenda tak lebih dari mimpi di siang bolong seseorang yang bersikap halu memamerkan perjuangan Papua dari luar negeri dan bahkan tak diakui oleh teman-temannya sendiri.
__
Agus Kosek
(Pemerhati Masalah Papua)