Benny Wenda

Mengaku Berpidato di Oxford, Benny Wenda bak Pahlawan Kesiangan Sebut 1 Desember Sebagai Peringatan West Papua

by Laura Felicia Azzahra
Benny Wenda

nusarayaonline.id – Meski telah lewat dari tanggal, namun momentum 1 Desember masih terus digoreng oleh kelompok separatis untuk terus menunjukkan eksistensinya dalam menjunjung nama West Papua yang diklaim merdeka pada tanggal tersebut. Salah satu tokoh yang masih membahas hal tersebut adalah seseorang yang mengklaim dirinya sebagai Presiden pemerintahan sementara United Liberation Movement for West Papua (ULMWP), Benny Wenda. Dalam sebuah unggahan catatan di akun Facebook Bazoka Logo – Minister of Political Affairs of the ULMWP Prov. Gov menyebutkan bahwa Benny Wenda baru saja berpidato di Balai Kota Oxford berkaitan dengan momentum peringatan kemerdekaan West Papua yang diklaim terjadi pada tanggal 1 Desember.

Dalam pidato tersebut disebutkan bahwa pada dirinya mengibarkan bendera bintang kejora di atas Balai kota Oxford untuk mengingat semua orang West Papua. Disebutkan bahwa Orang West Papua selalu menentang pendudukan Indonesia, mulai dari penciptaan perjuangan kemerdekaan, hingga musim semi Papua pada tahun 1999 dan pemberontakan pada tahun 2019. Dalam semangat perlawanan berkelanjutan terhadap kolonialisme, pihaknya juga memperingati dua tahun pengumuman Pemerintahan Sementara ULMWP.

Mereka yang berada di West Papua melanjutkan pekerjaan dengan pengorbanan besar menghadapi bahaya dari negara Indonesia. Seperti ketika Buchtar Tabuni, Ketua Dewan West Papua, ditangkap polisi Indonesia setelah mengadakan pertemuan damai ULMWP. Pada akhir pidato, dirinya kembali meminta kepada Presiden Indonesia Joko Widodo untuk duduk bersama membahas referendum kemerdekaan yang dimediasi secara internasional menyelesaikan masalah West Papua.

Pola Berulang Kelompok Separatis Gunakan Momentum 1 Desember untuk Perkuat Eksistensi

Hampir menjadi sebuah perulangan ketika mendekati tanggal 1 Desember, publik selalu dihasut dan diprovokasi untuk membangkitkan kembali ingatan palsu tentang perayaan kemerdekaan west Papua sebagai peristiwa yang legal dan faktual. Padahal, fakta dari dokumen sejarah hanya menyebutkan bahwa pada 18 November 1961, setelah dilaksanakannya rapat luar biasa Dewan Papua atau sebelumnya dalam bahasa Belanda bernama Nieuw Guinea Raad, sekedar memutuskan aturan tentang bendera daerah dan lagu kebangsaan saja. Dimana aturan tersebut ditetapkan oleh Gubernur Jenderal PJ. Platteel. Namun secara ilegal dan tidak sah, pada 1 Desember 1961 terdapat segelintir pihak yang melakukan pengibaran bendera di onderafdeling / kota Hollandia (saat ini bernama Jayapura). Melalui fakta tersebut, sesungguhnya secara legal atau hukum tanggal 1 Desember 1961 tidak bisa diklaim sebagai Hari Kemerdekaan Niew-Guinea.

Termasuk dalam politik, proses yang hanya melibatkan segelintir elit yang ada saat itu tidak bisa disebut memiliki legitimasi tinggi. Tak ada bukti sejarah adanya proses politik yang melibatkan rakyat secara luas untuk event 1 Desember. Klaim Benny Wenda melalui ULMWP jelas hanya sepihak tanpa legitimasi politik. Namun, di tengah miskinnya bukti sejarah dan kebenaran hukum, mereka terus berupaya membuat kebohongan publik dengan menyebut 1 Desember sebagai hari bersejarahnya. Padahal yang mereka lakukan semata-mata demi nafsu memisahkan diri dari NKRI.

Menentang kedaulatan Indonesia di Papua tidak hanya merupakan sebuah perbuatan melawan hukum nasional kita sendiri, namun juga penentangan terhadap hukum internasional dalam bentuk resolusi. Kemudian, resolusi PBB pun merupakan bagian kecil dari Piagam PBB (UN Charter) yang sudah diakui oleh seluruh anggota PBB sebanyak 193 negara di dunia.

Jejak Seorang Tokoh Provokatif Benny Wenda

Dalam beberapa waktu terakhir, nama Benny Wenda melekat dalam ingatan publik sebagai salah satu tokoh separatis yang mengklaim diri memperjuangkan melalui jalur diplomasi di luar negeri. Secara posisi fisik dirinya memang tidak berada di Indonesia. Namun secara pengaruh mencoba membawahi keberadaan kelompok separatis di Papua untuk mendorong kemerdekaan dan pelepasan diri dari NKRI.

Selain didukung Vanuatu dan merapat ke Spanyol, Benny Wenda juga diketahui pernah hadir bersama International Parliamentarians for West Papua (IPWP) dalam sebuah acara forum di Parlemen Inggris Juni 2022 lalu. Dirinya secara lantang menyerukan kunjungan PBB ke Papua untuk selidiki pelanggaran HAM. Keterangan pemerintah Indonesia kepada dunia atas perlindungan HAM di Papua disebut sebagai hal bohong karena telah terjadi pendudukan militer Indonesia. Orang Papua diklaim menjadi pengungsi di negara sendiri, seperti di Nduga, Intan Jaya, Maybrat, dan Oksibil. Maksud hati mencari dukungan dan simpati dari dunia internasional melalui jalur Parlemen Inggris, namun sepertinya seorang Benny Wenda lupa atau tak peduli dengan sikap kelompoknya dan kaitannya dengan kondisi di Papua sebagai dampak dari ulah teman-temannya sendiri. Di sisi lain, Benny Wenda juga diketahui bermasalah dengan internal organisasi yang diklaim dipimpinnya. Selain konflik internal antara dirinya dengan salah satu organisasi yang dinaungi ULMWP bernama West Papua National Coalition for Liberation (WPNCL). Benny Wenda juga dianggap hanya menumpang hidup oleh pimpinan kelompok separatis Nduga, Egianus Kogoya. Keberadaan Benny Wenda secara tegas disebut hanya menumpang hidup dari aksi-aksi teror kelompok separatis dan teroris di Papua.

Lalu, apa yang bisa diharapkan dari seorang Benny Wenda yang kerap melakukan kehaluan dan sudah tak lagi dipercaya oleh organisasi dan lingkungan sekitarnya. Bisa dipastikan isu ajakan berdialog dengan Presiden Joko Widodo hanya angin lalu sebagai bentuk ketersudutannya memanfaatkan momentum 1 Desember demi membangkitkan eksistensi pribadinya.  

Tak Ada Urgensi Pemerintah Tanggapi Benny Wenda

Hingga saat ini, tak ada yang kemudian mengakui perihal adanya organisasi seperti ULMWP pimpinan Benny Wenda secara hukum maupun aturan negara tertentu. Menko Polhukam, Mahfud MD pernah berkomentar bahwa deklarasi ULMWP terkait adanya negara Papua Barat adalah ilusi belaka. Untuk membentuk suatu negara minimal mampu melengkapi tiga syarat yang harus dipenuhi. Yakni, rakyat yang dikuasai, wilayah yang dikuasai dan pemerintah yang berdaulat. Sementara, klaim yang dilakukan oleh ULMWP tidak memenuhi unsur tersebut. Alih-alih mendapat pengakuan dari dunia internasional.

Menjadi hal yang tidak masuk akal jika pemerintah ataupun Presiden sampai menanggapi sesumbar ajakan Benny Wenda untuk berdialog, terlebih permasalahan kemerdekaan Papua. Sebelum adanya pernyataan ajakan dialog, Benny Wenda pernah beberapa kali sesumbar namun berakhir dengan sesuatu yang hambar karena tak ditemukan realisasinya. Pertama, dirinya mengaku telah memerdekakan Papua Barat. Kedua, mengaku telah memperkuat intelijennya untuk memperkuat perjuangan. Ketiga, menunjuk anggota eksekutif untuk masing-masing dari tujuh badan regional.

Dengan menoleh catatan sejarah adanya tindakan kekejaman dari kelompok separatis Papua yang masih terus terjadi demi misi referendum yang disebut berselimut damai. Jelas Hal tersebut bukanlah suatu yang harus ditanggapi oleh pemerintah.  Sikap responsif hanya membuat mereka menjadi besar kepala.

__

Agus Kosek

(Pemerhati Masalah Papua)

Artikel Terkait

Leave a Comment